Second Child

Three months ago, Naila was born in RS Fatmawati, South Jakarta. We welcomed her with joy and so much gratitude to Allah SWT.

Mengandung Naila selama 37 minggu sebelum dia lahir adalah perjalanan yang tidak mudah. Saya sering sakit, dadaku sesak hampir dua bulan batuk tidak tahu kenapa. Suatu malam di malam pertama bulan Ramadan, saya dilarikan ke IGD Fatmawati karena pendarahan. Saya ingat betul malam itu jam 3 subuh. Mestinya saya bangun menyiapkan Lam makanan untuk sahur, but instead, saya bangun karena rembesan darah memenuhi sprei tempat tidur. Setelah diobservasi semalaman di IGD, saya pulang. Dokter bilang akan ada pendarahan selanjutnya karena situasi kehamilanku yang disebut Plasenta Perkreta.

Namanya anak kedua, kami selalu membandingkannya dengan anak pertama. Sejak hamil, saat lahir, sampai sekarang Naila sudah 3 bulan.

Dilihat dari wajahnya, Naila adalah Eshan versi perempuan. Saya sudah lupa bagaimana dulu saya mengurus Eshan, tapi mengurus Naila membuatku berkali-kali ingin melarikan diri dari rumah tanpa membawanya. Saya lelah berkepanjangan, dan meskipun keluarga bergantian berkunjung ke rumah dan membantu pekerjaan rumah tangga, tetap saja saya kerepotan. Padahal saya sudah berhenti bekerja. Atau mungkin itu yang membuat semakin berat. Saya tidak punya pelarian atau jarak sehingga burnout nya lebih terasa. Kesepian lebih terasa, hanya ini lebih berat karena saya harus melakukannya sambil juga mengurus Eshan. Pernah suatu kali, saya menyusui Naila dan Eshan bilang dia mau pup.

Saya khawatir beban mental dan fisik ini membuatku cepat emosi dan menumpahkannya pada anak-anakku. Saya khawatir Eshan melihatku menangis, apa yang akan dia pikirkan? Mama kenapa menangis? Mama capek ya karena Naila menangis terus? He said that when he saw me crying out loud.

Lam sudah melakukan his best as husband and father. Dia sebagai tulang punggung utama, dia juga butuh dijaga, of course. But I really need him to support and mengganti merawat anak-anak. Saya juga butuh keluar rumah tanpa anak-anak, just myself enjoying doing anything, going to malls, watching in cinema, coming to library and spending time reading books. Apakah terlalu egois menginginkan semua itu? I mean, Lam sometimes play football after work, why can’t I?

Saya tau setelah menjadi ibu, kita tidak lagi menjadi diri kita. Ada anak yang perlu diurus. Ada anak yang butuh kehadiran kita. Ada anak yang butuh diperhatikan. Apalagi masih umur Naila.

Kupikir anak kedua akan lebih mudah sebab sudah pengalaman dengan anak pertama. Nyatanya, tidak begitu. Nyatanya, tetap saja berat. Tapi tentu saja, dan hopefully, ini akan menjadi semakin mudah seiring waktu. Saya tau saat menjadi ibu, kita wajib memiliki stok kesabaran yang tidak terbatas. Bahkan mengetahui hal itu, tidak membuat sabar menjadi lebih mudah dilakukan.

So please, respect to your mom. Give her a hug and tell her, she’s doing a great job raising you.

RI

Merekam Cerita Kehamilan

Kami baru saja kembali dari Griya Husada di RS Fatmawati, Lebak Bulus untuk USG Fetomaternal. Disana saya diperiksa oleh dr.Eva,SPOG(K)FM.

Di Griya Husada hanya melayani pasien yang membayar tunai atau asuransi, jadi tempatnya tidak ramai dengan pasien BPJS. Kami agak terkejut saat tiba disana jam 8 pagi masih sepi. Setelah dapat info dari security, katanya perawat untuk Poli Kebidanan dan Kandungan baru akan datang pukul 11 dan dokternya datang pukul 12. Jadilah kami menunggu.

Lam sempat pamit untuk ke kantor sekedar absen hadir lalu kembali lagi. Jadi saat dia pergi, aku sempat makan bekal yang kubawa dari rumah. Saya memperhatikan kalau perawat di Poli Saraf (berseberangan dengan Poli Bidan dan Kandungan) sudah ada. Jadi saya mendekatinya dan bertanya tentang saya mau daftar USG dan jam berapa perawatnya datang.

Alhamdulillah perawat poli itu mau bantu. Saya ditanya apakah sudah punya rekam medis di Fatmawati? Kujawab belum punya, ini pertama kalinya kesini. Lalu saya ditanya juga sudah registrasi mau bayar tunai atau asuransi? Saya jawab belum daftar karena dari security tadi langsung arahin ke atas. Saya lalu diminta ke lantai 1 untuk membuat rekam medis (yang caranya mudah dan cepat sekali) dan juga memeriksa apakah asuransiku bisa dipakai (ternyata asuransiku belum kerjasama dengan Griya Husada, jadi saya bilang akan bayar tunai)

Kira-kira berapa biaya untuk USG Fetomaternal disini?
Biayanya satu juta delapan puluh ribu.
Itu sudah semuanya?
Iya sudah semuanya.
Baik, saya daftar dan bayar tunai kalau begitu.

Setelah semua beres dan saya terdaftar, saya kembali menunggu. Lam datang pukul 10 dan kami berdua lalu sibuk dengan laptop masing-masing. Dia dengan pekerjaannya, saya juga dengan pekerjaanku.

Pukul sebelas, perawat datang dan memanggilku. Dia mengecek berat dan tinggi badanku, mengecek tekanan darah dan mengecek HPHT (hari pertama haid terakhir). Sejam kemudian, dokter datang dan saya dipanggil. Kami masuk ke ruangan dokter.

Perawat sebelumnya sudah info kalau USG Feto ini takes longer time than regular USG dan itu benar. Dokter memeriksa perutku di berbagai sisi, kiri dan kanan atas dan bawah sekitar 20 menit dalam hening. Setelah itu, dilanjutkan USG Transvaginal yang terasa tidak nyaman beberapa menit (yang rasanya sangat lama).

Mengapa kami USG Fetomaternal?
Karena kandunganku disuspect plasenta previa oleh Obgyn di RS Sari Asih. Plasenta previa adalah kondisi dimana plasenta menutupi jalan lahir. Dan dalam kasusku, bukan hanya itu saja yang terjadi, selain plasenta menutupi jalan lahir, dia juga menempel di rahim. Kondisi serius ini cukup berbahaya dan dinilai menjadi masalah yang serius karena penanganannya tidak biasa. Kondisi ini disebut accreta plasenta atau plasenta akreta.

Normalnya, plasenta tidak tertanam/ nempel dengan rahim. Normalnya, plasenta bisa berpindah dan bergerak. Namun dalam kondisiku, tidak begitu. Dokter bilang ini kemungkinan disebabkan karena operasi SC yang membuat dinding rahim menjadi tipis. Apapun itu, qodarullah.

Apa yang membuatnya jadi masalah yang serius?
Operasinya menjadi rumit karena untuk mengangkat plasenta yang tertanam itu kemungkinan akan pendarahan banyak. Salah satu tetangga di samping rumahku juga akreta plasenta tapi ketahuan saat dia sedang melahirkan SC, dan karena dokter tidak mengetahuinya, rahimnya terpaksa diangkat.

The bright side is, alhamdulillah janin calon adek bayi dalam kandunganku sehat-sehat saja, berat badannya sesuai usia kehamilan dan kondisiku ini diketahui lebih awal.

Pulang dari RS, saat berjalan ke halte baswei, saya merasa sedih dan ingin menangis, bertanya-tanya why did this happen to me? pertanyaan wajar yang pasti akan ditanyakan oleh semua orang yang baru saja mendengar berita yang kurang bagus. apakah saya kurang sedekah, kurang ibadah? semua pikiran-pikiran buruk berganti di kepalaku. lalu aku kembali sadar, apa yang bisa kulakukan selain pasrah dan berusaha optimis? Namun perasaan dan pikiran takut tak bisa kuhindari. May Allah SWT protects me and my family always.

RI

Morning Routine

Berkali-kali pun saya berniat tidak bekerja lagi karena mau mengurus Eshan di rumah, berkali-kali pula rencana itu belum terjadi. Saya juga heran kenapa. Mungkin Allah SWT punya rencana lain dan saya tidak ingin bertanya-tanya begitu keras apa itu. Saya hanya mengikutinya.

Mungkin, hal terbaik dari memiliki pekerjaan, selain punya penghasilan sendiri, adalah memiliki rutinitas. Saya coba membayangkan apa yang akan saya lakukan setiap hari setiap pukul 5 subuh jika tidak harus bangun untuk solat subuh dan bersiap-siap untuk bekerja. Saya kemungkinan akan bangun siang, sesiang Eshan. Lalu itu sama sekali bukan kehidupan yang baik, menurutku, jika dijadikan sebuah kebiasaan.

Saya suka harus bangun subuh, solat, mandi, siap-siap berangkat kerja. Memiliki kebiasaan seperti itu lebih baik dibandingkan menuruti nafsu untuk terus tidur sampai siang karena tidak ada tuntutan pekerjaan.

Hal kedua terbaik adalah, saya bisa membuat suamiku juga bangun subuh dan menemaniku melakukan rutinitas pagi. Setelah saya mandi, saya akan membangunkannya untuk bersiap solat subuh bareng. Setelah itu kami akan berdua di dapur; dia mencuci piring, saya menyiapkan bekal untuk makan di tempat kerja dan sarapan seadanya.

Setelah saya siap berangkat, kadangkala, jika ada yang menjaga Eshan, suamiku akan mengantarku ke depan jalan besar, tempat angkot dan gojek punya tarif yang lebih murah. Dan begitulah setiap pagi.

Love,

Ri

The Pinewoods

Suami akhirnya melunasi hadiah ulangtahunnya padaku: Staycation.

Kami memilih Puncak sebagai tempat staycation. Pertama, saya belum pernah jalan-jalan kesana. Kedua, kita sekalian ingin mengajak Eshan ke Taman Safari Bogor. Maka jadilah kemarin kita mulai cerita ini.

Kami berangkat pukul 8 pagi dari Depok. Suami mengandalkan Google Maps to get there dan maps mengarahkan kami lewat jalan alternatif yang begitu menantang terjalnya (tidak akan lagi lewat jalan ini). Tiba di Taman Safari pukul sebelas siang. Kami antri melewati pos tiket (karena sudah membeli tiket online langsung di website), kami cuma memperlihatkan scan barcode pada petugas.

Lalu dimulailah safari. Konsep taman safari ini adalah kita mengunjungi hewan-hewan tanpa turun dari mobil. Kami bisa berhenti untuk memberi makan beberapa hewan atau sekedar mengambil foto dan video. Tapi tidak bisa lama, dan harus pintar lincah mengatur mobil ke kanan dan kiri karena hewan-hewannya kadang di kiri dan kadang juga ada di kanan. Sebelum tiba di Taman Safari, kami singgah membeli beberapa wortel jadi saat melihat hewan kami hanya bisa menawarkan mereka wortel.

Eshan kadang takut, kadang juga berani. Dia duduk di belakang dengan tantenya yang menemani dia memberi makan atau sekedar dadah-dadah ke kuda nil, rusa, jerapah atau gajah. He looked excited and so happy. Kita merekam banyak momen dalam foto dan video dirinya. Meskipun cuma di dalam mobil, tapi dia tetap senang.

Safari selesai pukul 3 sore karena kami juga menyempatkan ke Istana Panda. Letaknya jauh di atas gunung dan kita harus naik bus untuk kesana, no cars/ vehicles are allowed. Kami semua bersyukur bisa menyempatkan kesana karena the view was breathtaking. Benar-benar adem, green everywhere, mountains are around us dan bisa lihat Red Panda dan Giant Panda kami udah bahagia.

Karena harga makanan di resto Istana Panda tidak masuk budget (too expensive), kami akhirnya memutuskan mencari makan siang di jalan menuju penginapan. Saya menemukan resto The Lake House di Pesona Alam Resort dan alhamdulillah semua makan minumnya enak-enak, the view was beautiful with fresh air and it has great service.

Penginapan kami adalah sebuah lodge yang lumayan terpencil di sebuah jalan sempit. Namanya The Pinewood Lodge. Bangunan dan fasilitasnya sudah cukup tua dan if I may say, tidak terawat. Playgroundnya lengkap tapi sayang tidak rajin dibersihkan dan dibiarkan saja melumut, menghitam dan grown up pun sepertinya tidak membiarkan anak-anaknya main. Kamarnya juga biasa saja, tapi nyaman dan air panasnya berfungsi. Makanan di restorannya juga enak, breakfast buffet Indonesian food.

What I love the most adalah tempatnya punya taman bunga yang cantik sekali. Lalu di bagian belakangnya ada organic farm, kita bisa lihat sayur-sayuran ditanam disana dengan baik sekali. Eshan juga sempat lihat kambing-kambing dikasih makan. Lalu yang favorite place ku adalah lapangan yang cukup luas yang kalau sekitar jam setengah 7 pagi kita bisa lihat gunung dengan megahnya berdiri disana. Pohon-pohon pinus berdiri menjulang tinggi, membuat tempat itu terkesan so peaceful, ,serene, calm, dengan suara-suara burung yang indah this I can’t get when going back in Jakarta or Depok. I was fully recharged.

Sebelum check out, kami mengambil banyak foto dan video di taman bunga dan lapangan hijau berlatar gunung. This was the best birthday gift I had ever. Alhamdulillah.

Here’s a bonus picture from us, three. Taken by my sister who come along.

Getting Older Getting Wiser

Hello world,

I’m here and today I’m getting older. I’m 34 years old. and flash news is we are expecting another baby!

Alhamdulillah, life has been so well lately. But it’s not rainbow before we had through bad weather with stormy and dark skies. Last year, Covid attacked us very hard and I had to lose my second pregnancy (I had a miscarriage in 10th weeks). But 6 months after, we try to recover from wounds and pain and now thank God, we are still alive.

My husband gave me a birthday cake with quotes “Barakallah fii umrik, be a wise mom”. I don’t know what was the meaning, was that he’s hoping that I’m going to be a wise mother? or was he telling me that I’m a wise mother? He didn’t say. Eshan and I blew the candles and we tasted the cake together. Amel, my sister, is here in my house, she documented everything.

I don’t think husband bought me something as a present for my birthday this year. He seldom feels the need to buy me anything as a present. Sometimes I feel he doesn’t care for me because he lets me buy everything I want with my own money. He never bothers to ask “Do you want that bag? or “Do you want to buy me that dress or shoes?” and even when I have told him, “please buy me this or that, he doesn’t do it. I don’t know why. Is he going to be like this for the whole marriage until we’re old or is he going to change his mind someday? I don’t know.

That’s enough for today. I need to go home now from office. It takes 1.5-2 hours for me to arrive home. So, that’s all. Thanks for reading.

Love,

Riana

Setting New Goals

Sepanjang hidup yang pendek ini, kita melewati beberapa milestone. Seorang anak yang baru lahir, tidak bisa langsung mengetahui hal-hal. Mereka perlu diberikan stimulasi, agar di usia tertentu, mereka telah mencapai kemampuan baru. Saya menyadari ini saat Eshan lahir. Kupikir dia dan saya langsung begitu saja bisa menyusui dengan mudah. Saya pikir, tinggal menyodorkan payudara, dia sudah tahu bagaimana posisi dan perlekatan yang nyaman, bagaimana menyusui dari saya. Ternyata, dia seperti pula saya, harus belajar dahulu.

Saat ini, Eshan sudah berusia 2 tahun dan saya sudah bekerja di tempat ini selama tiga tahun. Juli ini adalah tahun keempat saya. Tak ada yang bisa melawan jalannya waktu. Tak ada kata “tunggu”, tak ada kata jeda. Perjalanan rumah-kantor yang menghabiskan waktu kurang lebih 1,5 jam dan biaya yang tidak sedikit untuk ongkos PP, membuatku mempertimbangkan untuk berhenti.

Tapi jika saya berhenti, selanjutnya apa?

Ada beberapa pilihan, seperti kata suami. Saya bisa memulai berdagang online, misalnya menjadi reseller dulu. Produk apa saja. Santai saja tidak usah ambisi harus mencapai omset ratusan juta di awal-awal. Yang penting ada kesibukan, dan ada pemasukan meskipun sedikit. Atau saya bisa mencari tempat kerja yang lebih ramah di ongkos dan jarak, misalnya sekitar Cirendeu, Pondok Cabe atau Ciputat. Atau yaaa, kalau mau jadi ibu rumah tangga sepenuhnya juga tidak apa-apa. Begitu kata suami.

Saya sebenarnya mau lanjut sekolah lagi, mau ambil Master TESOL di Inggris atau Australia. Tapi ya, kalau ditanya buat apa sekolah lagi? Saya juga tidak tau selain untuk meningkatkan kualitas diri. Biar bisa lebih banyak tau, biar bisa lebih manfaat untuk orang yang mau belajar bahasa Inggris, untung-untung kalau bisa bikin sekolah bahasa inggris sendiri.

Sekarang, bahasa inggris ku sudah makin tumpul. Karena jarang diasah, jarang dipakai. Meskipun saya mengajar in English, baca bahan ajar dalam bahasa inggris, tapi ya kadang kalau ngobrol atau explain ke students kayak tiba-tiba stuck.

Tapi itu kan ga perlu sekolah master, kan banyak itu tempat les bahasa inggris kalau cuma mau itu tujuannya.

Iya, makanya, saya itu mau sekolah lagi, breathing new air, discussing different topics, experience things I’ve never imagined I would have.

Is it worth trying?

RI

Appreciation

I want to write this for my only love, my husband.

Thank you, sweetheart.

Sejak pertama kali menikah, hidup berdua di Jakarta, jauh dari keluarga, hampir setiap momen kuhabiskan dengan tercengang, heran dan bersyukur. Betapa Allah SWT menyayangiku dengan menikahkanku denganmu. I know my life would not be like this if it wasn’t with you I wed.

Memang kadangkala kita tidak sependapat. Kadangkala kita beradu argumen. Kadang aku membuatmu marah, kau membuatku menangis. Tentu saja, tak ada hubungan yang hanya menyenangkan satu sama lain. Tapi, selalu saja, setiap kali itu terjadi, kau menjadi dua kali lebih baik padaku. Sedangkan aku, benar-benar hanya bisa menjadi lebih emosional dan tidak rasional.

and I know you love me as I have shown you my worst side and you are still there, accept me with your hands wide open, love me even more.

Apa lagi bukti lebih besar dari itu?

Terimakasih, sayang.

Love,

Ri

Cabin Fever

Saya ingat terakhir kali CFD bareng suami di GBK. Waktu itu kita juga mau ketemuan sama Opi, teman kampus yang lagi di Jakarta. Awal Maret, Eshan masih di perutku.
Mana kita tahu, sembilan bulan kemudian, kita belum lagi CFD. Bagaimana bisa, disaat usaha terbaik yang bisa kita lakukan saat pandemi adalah berdiam diri di rumah.

Well, saya dan suami tidak benar-benar stay home full. Suami harus keluar rumah sesekali untuk membeli bahan makanan. Kantornya juga baru beberapa minggu ini WFH full karena sudah 40 orang lebih yang positif. Sekolah tempatku mengajar sudah dua bulan WFH full karena ada teman yang positif.

Kasus Covid di tanah air bertambah buruk. Berita terakhir yang kubaca, ada sekitar 400 orang di bandara yang positif setelah dites Rapid Antigen. Mereka tau kasus makin meroket, tapi fakta itu tidak membuat mereka menunda liburan, tidak membuat mereka menunda pulang kampung, menunda acara pernikahan, menunda hal-hal yang membuat kerumunan. Tidak. Dan kenyataan itulah yang lebih mengerikan selain virus itu sendiri.

Jujur sejujur-jujurnya. Saya pun ingin sekali memesan tiket pesawat, ke bandara, dan pulang ke Makassar. Saya ingin sekali membawa Eshan ke kampung halaman, bertemu dengan keluarga. Tapi resikonya terlalu besar. Saya tidak mau mengambil resiko. Eshan terlalu berharga untuk keegoisanku.

Ini sudah 27 Desember. Beberapa hari lagi 2020 berakhir. Ada yang bilang ini tahun terburuk. Namun tidak bagiku. Selain pandemi, tahun ini adalah tahun yang luarbiasa karena Eshan lahir di bulan Maret dan kami alhamdulillah dapat rumah kecil untuk keluarga kami di Depok.

Saya menulis ini sebab begitu penuh sudah rasa penat dan cabin fever dampak dari stay at home. Besok saya mungkin akan mencoba berolahraga di depan rumah, sekedar merenggangkan badan pun sudah lumayan. Saya juga mau mulai membaca buku lagi, sekarang saya sedang membaca Anansi Boys by Neil Gaiman, sejauh ini baru sampai di bab II.

Tiada daya dan upaya melainkan dari Allah SWT semata. Hanya Dia yang Maha Tahu dan Maha Kuasa. Hal terbaik yang bisa kita lakukan tahun ini adalah bertahan. Bertahan hidup. Memang ajal adalah hak Allah SWT, namun kita masih diwajibkan untuk berusaha. Untuk itu, ingatlah selalu Pesan Ibu.

Ri

Eshan

Eshan terus bertumbuh melewati waktu yang terasa seperti aliran sungai yang deras, yang arusnya tak terbendung. Masih teringat dengan jelas pertama kali dia kubawa pulang dari rumah sakit, begitu kecil, hanya seukuran telapak tanganku. Kini, ia lincah kesana kemari berguling-guling, merayap, merangkak dan mulai menunjukkan keinginan memanjati apa saja. Melarangnya hanya membuatku lelah sendiri.

Sejak Eshan lahir, saya dan suami punya tanggung jawab baru: mengurus anak. Jujur, it was hard at first. Kupikir dengan umur yang sudah kepala 3 akan membuatku lebih siap, lebih matang, lebih dewasa menyikapi semuanya. Ternyata tidak. Punya anak adalah bentuk tanggung jawab paling besar yang orang dewasa manapun akan bertekuk lutut.

Hal terberat adalah mengalahkan ego diri. Seberapa jauh kita bisa mengesampingkan keinginan pribadi demi si buah hati? Saat memiliki anak, waktu yang kita miliki hanyalah untuk bayi mungil tak berdaya itu. Lelah, penat, stress, kurang tidur, bahkan mungkin terburuk: depresi, bisa saja kita rasakan.

However, after a while, kita akan menemukan ritmenya, lalu sebelum kita benar-benar sadar, anak kita telah bertumbuh, besar, dan hari-hari lelah dan depresi akan berlalu. Suatu hari, kita akan memandang anak kita yang sedang tidur dengan lelap di dalam pelukan, dan merasa bersyukur menjadi orangtua mereka.

Mata Eshan terang seperti matahari. Dagunya runcing dan bibirnya berbentuk hati. Dia tidak sepenuhnya mirip ayahnya dan juga tidak sepenuhnya mirip denganku. Dia adalah perpaduan antara aku dan Lam.

Hatiku terasa hangat setiap melihat senyum dan tawanya, yang menampakkan dua giginya yang sedang tumbuh. Tawaku selalu pecah saat dia memamerkan kelihaian barunya, entah itu menyembur makanan, menarik rambut ayahnya atau mengintai makanan orang dewasa dari jauh.

Dia tidak punya lagu lullaby kesukaan, tapi sejak lahir sampai sekarang ia berusia delapan bulan, ia selalu tertidur setelah diayun-ayun dalam buaian. Dia makan lima kali sehari, makan utama 3 kali dan selingan buah atau biskuit dua kali sehari. Ayahnya tidak begitu suka makan, jadi mungkin hobi makannya itu menurun dariku. Hihihi.

Anyway, mungkin sampai disini dulu sedikit tentang Eshan. Lain kali mungkin aku akan menulis lebih panjang dari ini. Aku tidak akan lupa menyebutkan bahwa kehadiran Eshan adalah rahmat karunia rezeki Allah SWT yang paling besar untuk keluarga kecil kami. Terimakasih ya Allah SWT.

Ri

Juggler

Hari ini adalah pekan terakhir bulan Agustus. Betapa cepat waktu berlalu. Eshan sudah berumur 5 bulan, aku sudah dua bulan sejak WFO kembali ke sekolah dan hey, bulan depan sudah semester dua aku menjalani statusku sebagai mahasiswa PGSD.

Yes, I’m juggling between being a Mom, a teacher and a student. (oh, I’m also a wife and a daughter)

Ingin sekali menulis lebih panjang selain tentang situasi menjalani beberapa peran sekaligus dalam satu waktu. Tapi ini sudah pukul 2 siang, dan itu waktunya pulang ke rumah, bertemu dengan bayi lelakiku yang kucinta, Eshan.

I will write more soon, I promise.

RI