Masa Depan

Tadi sore, salah satu teman di Facebook bernama JH membagikan foto-foto Prof I dan istrinya yang sedang berlibur di desa kecil di Jepang. Dia menulis beberapa baris catatan tentang foto itu. Betapa pasangan itu masih saling menyayangi dan menjaga satu sama lain padahal usia pernikahannya sudah lama sekali.

Kemudian entah, saya mengangankan bisa seperti itu kelak berdua denganmu. Menikmati hari tua dengan berlibur di suatu tempat dan mengabadikannya dalam beberapa potret wajah kita saling tersenyum dengan pemandangan yang indah di latar belakangnya.

Temanku itu mengutip kata-kata istri Prof itu dan menceritakan betapa sabarnya ia menemani suaminya sejak awal hingga sekarang.

Dan betapa di belakang laki-laki yang berhasil, ada seorang perempuan yang juga tak kalah hebatnya. Perempuan yang sabar, yang kuat dengan cinta yang besar yang tampaknya tak pernah habis.

Sayang,
saya bermimpi kelak kita bisa seperti itu. Atau bahkan lebih dari itu. Saya tahu kita bahkan belum memulainya. Tapi membayangkan kita akan hidup bersama-sama di satu titik dalam hidupku, membuat hatiku bahagia hingga jauh sekali menembus awan.

Saya bukan seseorang yang punya ambisi dan mimpi ingin menjadi seseorang yang kaya atau terkenal atau sebutlah semuanya. Sejak bertemu denganmu, saya hanya berharap bisa menjadi istri dan ibu dari anak-anakmu lalu kita hidup bahagia sampai dunia berakhir. Tapi kusadari kemudian bahwa itu bukan cita-cita yang kecil. Bagiku, itu adalah mimpi yang besar.

Sekarang dan seterusnya, mari tetap saling memberi kekuatan. Sebab mencintai butuh kesabaran dan kesabaran butuh kekuatan.

Ri

Celebrating Friendship

Hari ini Calitoseven, nama angkatanku pas kuliah, berulangtahun yang kelima. Saya membuat tulisan ini pada saat jalan pulang ke kosan di busway. Tulisan ini untuk mereka, sahabat-sahabatku, kesayanganku.

Betapa anehnya di Calisto7, aku bisa berteman dengan semuanya. Tak ada teman yang terlalu baik, terlalu jahat, terlalu pintar, terlalu cantik atau terlalu kaya untuk didekati. Semuanya sama, semuanya baik dan asik-asik.

We shared the same insanity. Kita bertingkah bodoh bersama-sama. Berbagi keceriaan bersama. Jatuh cinta dengan satu sama lain. Menyayangi bagaikan adik kakak. Saling melindungi dan memperhatikan layaknya saudara.

Lima tahun sejak nasib mempertemukan aku dengan 72 orang-orang ini untuk pertama kalinya.

Dan aku masih bisa mengingat jelas saat kami dalam balutan seragam hitam putih dengan status mahasiswa baru. Sejelas ingatan saat Muthia Hikmasari menyapaku dengan bertanya aku alumni SMA apa. Atau kenangan saat Kudra dengan absurdnya mengatakan bahwa ia tak pernah merasa bahagia saat FIGUR.

Hahaha.

Selamat 5 tahun, Cals. I heart you. Masa-masa kuliah pasti takkan sama jika aku tak bertemu dan berjodoh dengan kalian.

Mestinya kita juga bisa merayakan persahabatan, bukan? Anniversary bukan cuma milik para kekasih kan?

Sunshine

Left Only in Draft

Brainwave,
Hotel di Fangchenggang ini ndak ada wifinya seperti di Nanning kemarin. So, lebih banyak mati gayaku disini. Kemarin masih bisa bbm-an, WA, bahkan twitteran, tapi sekarang, sudah ndabisa berekspresi di socmed. Tau kan, Facebook dan Youtube diblokir di China? Tapi kayaknya bukan cuma dua website itu. Tapi juga beberapa website lain seperti wordpress atau blogspot ato Tumblr.

Akhirnya, dua hari formal itu lewat sudah. Besok naik kereta sekitar 12 jam ke Guangzhou. Dari Guangzhou baru pulang ke Indonesia. Works waiting. couple days more in Chinaaa!

By the way, tadi di closing ceremony, Indonesia satu-satunya delegasi yang menari. Delegasi ASEAN lain cuma nyanyi-nyanyi. Beberapa pejabat dari Indonesia, after closing ceremony, congratulate us. Termasuk Bapak Wiranto. Hehe. We’re so proud and happy. Acaranya meriaaah sekali. Tapi kayaknya pasti sering mi mu liat acara begitu pas di Esplanade dulu.

Disini satu hal yang perlu diperhatikan baik-baik adalah makanan halal. Susaaaaahnya minta ampun. Selama ini makanan pasti disediakan hotel. Tapi hotelnya pun sering tidak tahu batasan makanan halal buat kita itu bagaimana. Jadi, terpaksa, cuma bisa liat-liati orang non muslim makannya lahap sekali tapi saya cuma makan roti, buah atau ikan sama nasi. Saya tidak tahu bagaimana pelajar Indonesia bisa bertahan di China sekolah lama-lama dengan makanan kayak bgitu.

Email ini tidak terkirim saking kelelahannya aku. Mestinya bisa dikirim pake jaringan internet LAN. Besok paginya pas sadar email ini belum dikirim, aku terlalu sibuk untuk memencet tombol Send. Jadilah, aku menemukannya lagi di kolom Draft email, menunggu untuk dihapus, atau dipasang selamanya disini.

Sunshine

Sisters

Dear Mama,

You are the most amazing woman I’ve ever known. No question. You raised me. You raised us with Dad and you guys done well.
Please be with me when I am married, when I am pregnant, when I am giving birth my children. please be with me raising them.
And when you are old and fatigue, let me feed you like you feed me when I was a little baby.
when you’re sick, please let me take and assist you whenever you need to go.

We love you, Ma.

we love you Ma

Sunshine

Little Note

Dear Mama,

Kemarin aku akhirnya mengirimkan pesanan buku Isti sama Dini ke Gorontalo dan Palu via JNE. Karena aku juga punya janji pada Kak Shinta dan Anita, akhirnya empat paket buku sukses terkirim ke alamat mereka masing-masing. Kak Shinta dan Anita sendiri alamatnya di Makassar.

Pada masing-masing paket buku itu saya selipkan little note. Semacam surat atau catatan kecil di sampul depannya. Bertuliskan apa saja yang ingin kukatakan pada mereka.

Dan, beragam balasan komentar aku dapat setelah paket dan note itu sampai di tangan mereka. Isti senang sekali sampai terharu. Dia suka sekali dengan note yang kutulis untuknya. Dini pun begitu, dia bilang, dia bahagia sekali. Anita, satu-satunya yang kuberikan bonus kalender, merasa senang juga. Kak Shinta pun begitu, tapi tak terlalu menyinggung soal note.

Mama, bukankah semua orang suka menerima surat? Surat itu terasa sangat pribadi dan menyentuh. Aku pernah mengirimkan surat ulang tahun pada Brainwave. Aku juga pernah menulis surat selamat ulang tahun buat Kak Aan. Aku, sayangnya, tidak begitu sering menerima surat. Hanya kau Ma, yang mengirimiku surat via pos. B menjawab suratku via email, well, karena aku memang mengiriminya lewat email (apakah itu masuk hitungan orang yang mengirimiku surat?), Kak Aan hmm, dia memberiku secara langsung personally. Tapi aku senang karena kartunya bagus. 🙂

Mama, aku suka sekali membuat orang lain (yang kusayang) bahagia karenaku. Aku tak tahu. Mungkin akan ada yang menilai tindakanku berlebihan. Tapi aku suka. Mungkin akan ada yang menilaiku aneh. Tapi biarlah, aku memang aneh kan? But ini positive way of course.

Aku tak mau membaca ulang suratmu, Ma. Aku bisa-bisa menangis karenanya.

Sunshine

Flood

Dear Ma,

Jakarta dikepung banjir. Sontak, semua media televisi, cetak, online dan radio punya headline yang sama. Banjir di Jakarta. Tiba-tiba ibukota ini layaknya wilayah perang dan bencana besar. Lumpuh. Semua warga yang rumahnya tidak terendam memilih mendekam di rumahnya. Warga yang tinggal di bantaran kali, muara atau danau terpaksa harus merelakan rumah dan harta bendanya dibabat air bah yang tingginya bisa mencapai empat meter. Ma, bisakah kau bayangkan anakmu menjadi saksi peristiwa besar ini?

Tadi dan kemarin, saya mengurus Pluit, Penjaringan, Jakarta Utara. Satu-satunya wilayah yang masih terendam disaat daerah Jakarta lain sudah kering. Rendaman air ini diperkirakan karena air pasang (rob), mengingat di sekitar Pluit ini adalah muara dan kali yang meluap.
And it was really frustrated and exhausted.

Saking lelahnya, aku menangis tertahan dalam perjalanan pulang di dalam busway.

Ma, begitu banyak hal yang kupikirkan dan semuanya melesak sakit di dadaku. Sakit yang kutahan sejak entah kapan kemudian berubah jadi airmata dan tangis. Tentu tak ada penumpang yang melihatku menangis, tak ada yang mendengar isak. Aku lelah, dan seorang bapak tua ketiduran, kepalanya sering sekali condong ke arahku, membuatku makin kesal.

Kupikir, sepi lah yang akan membunuhku, Ma. Kadang aku ingin kembali ke Jatiwaringin. Tapi, aku belum sebulan disini. Mungkin aku hanya perlu bersabar dan tabah. Lihat saja apa sebenarnya rencana Tuhan.

Ma, aku rindu padamu. Aku rindu rumah. Aku rindu Bapak. Aku rindu semua saudara-saudaraku, adik-adikku. Rasanya aku mau terbang dan ijin cuti sakit even it’s just for 3 days.

2 weeks later I am 24 years old! Haa, I am getting older, Maaa!

I hope when my contract’s over, I have found someone to live forever with. Seorang laki-laki yang menerimaku apa adanya. Seseorang yang sayangnya sama dengan sayangmu padaku, Ma.

Sunshine

Letter for Brainwave

Dear Brainwave,

Happy birthday!

Sadarkah kau begitu cepatnya waktu berlalu dan tahu-tahu kau sudah berumur seperempat abad? Berapapun jumlah tahun yang telah kau lalui nanti, kupikir kau akan melewatinya sama baiknya dengan tahun-tahun sebelumnya.

Instead of greeting or singing you Happy Birthday by your face, I wrote this.

Kau tahu, aku pembicara yang payah. Aku hanya tahu berceloteh tidak penting dan tidak keruan atau bahkan menggumam hanya untuk pikiranku sendiri. Tapi aku cukup bagus kalau menulis dan bernyanyi, bukan? Kau pernah mengakui itu. Jadi, kuharap hanya aku satu-satunya yang menulis surat di hari ini (nyanyinya nanti pas kau mentraktir kami karaoke).

Dimanapun kau berada sekarang, Mr.Mysterious, kuharap ada yang mengingat hari kelahiranmu, seperti orangtuamu dulu menanti kelahiranmu, membuat tanggal 29 Oktober menjadi sejarahmu. Aku selalu bersemangat setiap ada yang berulangtahun, sebab di hari itulah, jodohnya menggariskan kami bertemu. Suatu hari bersama siapapun nantinya kau, ingatlah momen-momen bermakna dan rayakanlah bersama orang yang kau sayangi, Brainwave.

Geez, aku rindu benar padamu.

Ada doa orang Irlandia yang sangat kusuka. Tidak ada pengharapan yang lain yang bisa kupanjatkan sebaik doa ini, untukmu.

May you always be blessed with walls for the wind. A roof for the rain. A warm cup of tea by the fire. Laughter to cheer you. Those you love near you and all that your heart might desire. -Irish Blessing

Surat buat Sahabat

Kepada Anita, Dini, Tya, Isti, Rahma dan Ira
Saudara seperguruan dan sahabat terdekatku.

Kita menyatu entah sejak kapan, karena apa dan siapa yang memulai pun aku tak ingat lagi. Yang jelas, suatu hari kita berkumpul dan menanyakan hal yang sama. Kita kebingungan dalam mengingat dan tak membahasnya lagi. Meninggalkannya tetap dalam pertanyaan hingga suatu hari seseorang tahu jawabnya.

Kurang lebih empat tahun kita bersama-sama. Kalian membuatku merasa tidak sendirian dengan apapun yang kuhadapi di dalam dan luar kampus. Sebagian kalian pendengar yang baik, penggerutu yang handal, tukang gosip yang menakjubkan, drama queen tak terkalahkan, nyonya manja yang tattalekang, kritikus yang ajaib, fotografer dan penulis yang andal. Karakter kita berbeda jauh, namun anehnya kemanapun dimanapun, kita tetap saling mencari.

Dulu, ingatkah kalian? Kita melihat diri kita dalam balutan busana kerja yang ciamik, datang bergerombol, duduk di Starbucks sambil memegang Blackberry masing-masing, bercerita betapa menyebalkannya pekerjaan kita di kantor. Dan betapa inginnya kita bertemu selepas kerja. Kita berjanji akan menjadi seperti itu kelak, saat sudah memiliki pekerjaan masing-masing, bahwa kita akan tetap saling bertemu, mendengarkan, bertatap muka. Tepat seperti karakter cewek-cewek di novel Kamar Cewek karya Okky Sepatu Merah.

Tapi sayangnya, itu belum terjadi sampai sekarang, kawan. Malahan, separuh dari kita terpisah ribuan kilometer. Tiga dari kita di ibukota, dan sisanya berada di kampung halaman masing-masing, mengejar masa depan dan karier yang berbeda-beda.

Nyatanya, aku rindu sekali kebersamaan kita. Seluruh dan semuanya. Sampai kapan kenangan akhirnya akan susut, hilang dalam ingatan? What bond us now? Komunikasi yang canggih dan modern sekarangpun belum bisa mengalahkan kecepatan dan kesibukan waktu.

Andai aku bisa membeli waktu. Aku akan memebekukannya sejenak, dalam potret kita duduk bersama di Starbucks, mengenakan blus kantor yang cantik, sambil tertawa terbahak-bahak entah terserah karena apa. Aku ingin mengingat itu sudah terjadi. atau tengah terjadi setiap waktu.

Love,
Sunshine

Surat Selamat Ulang Tahun

Surat ini saya buat pada 13 Januari malam, sambil menunggu pukul 00.00, sambil bertanya-tanya bagaimana saya akan menyampaikan surat ini padamu, sambil berpikir apa yang mendorongku menulis ini. Tapi, bukankah semua surat berhak sampai pada tujuan?

Sebelumnya, saya menekankan, saya hanya penulis amatiran yang hanya suka sekali menulis. Jadi, surat ini tak ada apa-apanya dibanding surat-surat yang kau publish di blog- yang selalu jadi favoritku.

Dear Kak Aan,

Selamat ulang tahun.
Akhir-akhir ini saya menghabiskan banyak waktu dengan menonton serial drama Korea. Terakhir, saya menghabiskan 16 episode “Dream High” dalam tiga hari. Di film itu, ada lagu ulang tahun yang saya sukaa sekali. Judulnya “Winter Child” dinyanyikan dengan sangat baik oleh Hye Mi (diperankan oleh Suzy ‘Miss A’). Saya harap, saya bisa muncul di depanmu dan menyanyikan lagu itu untuk ulangtahunmu hari ini.

Saya tidak tahu jelas berapa umurmu sekarang. Kau juga tidak perlu mengatakannya. Saya hanya ingin tahu, apa yang kau harapkan di umurmu yang kesekian ini? Saya harap apapun itu, semoga bisa terkabul, bahkan dalam bentuk yang lebih baik.

Saya rindu padamu, Kak. Saya bahkan sudah lupa kapan dan dalam situasi apa terakhir kali kita bertemu badan. Kita memang cukup sering bertemu di timeline tapi bahkan disana pun kita sudah jarang lagi bertegur sapa.

Disini saya hanya ingin berucap selamat, selamat ulangtahun. Saya selalu menganggap hari lahir kita adalah hari yang spesial dan sakral. Takkan terulang dan hanya terjadi satu kali dalam satu tahun. Karena itu kau, dimanapun, bagaimanapun dan bersama siapapun, harus merasa bahagia.

Sekali lagi, Selamat ulang tahun, Kak. :’)

*Ri