2014

Happy new year fellas. Selamat tahun baru wahai saudara sejagat raya.

Sekarang pukul 3.36 pagi. Mataku masih terang. Ngantuk sudah melewati masanya. So this is my very first post in 2014 1st January.

I want to say thankyou God. Alhamdulillah. For all Your support, Your kindness. I know it’s You behind all of this. My happiness, my smile, my sadness, my tears. My life was upside down and You’re always there, never leave me. Padahal saya bukan siapa-siapa selain hamba yang penuh kesalahan.

Semoga ya Allah, Engkau terus mendampingiku di tahun-tahun mendatang.

Dengan harapan dan mimpi di depan mata. Resolusi dan visi yang telah saya tetapkan. I wish I could be better than last years.

Aamiin

Sunshine

Right Person

Rasanya bahagiaaa banget dapat kabar pernikahan Rina, salah satu temen kantor pas masih kerja jadi wartawan di Jakarta. She is one of my best and in the beginning of next year, she is getting married!

Calon suaminya, setelah stalk di twitter dan nanya langsung ke Rina, adalah fotografer di salah satu media di Jawa Barat. Namanya Darma Legi. They are both falling into each other and I am so happy about it.

Rina has found her right person. And I wish I will find mine, too. Aamiin.

Jadi diantara kami berempat, tinggal Desi dan aku yang masih menunggu dan mencari. Lida dan Rina udah duluan ketemu jodoh mereka masing-masing. Semoga gak lama lagii. Semoga ‘right person’ nya dikasih in the ‘right time’ juga. Dan semoga memang ‘dia’ lah yang paling baik buat aku duniyya wal akhirat.

Aamiin.

Sunshine

Classroom

I dislike classroom.

Bukan ruangnya yang saya tak suka, tapi atmosfir ruangan itu saat proses belajar mengajar terjadi.

Sejak kecil bersekolah selama dua belas tahun di ruang-ruang kelas, saya selalu merasa terintimidasi. Saya sering sekali merasa inferior oleh guru-guru. Juga pada teman-teman yang lebih cerdas dan lebih berani unjuk tangan di depan kelas.

Saya ingat pelajaran yang paling membuatku eager to learn adalah Bahasa Inggris. Awalnya saya bahkan tak tahu apa bahasa inggris lemari. Temanku, yang orang tuanya cukup kaya untuk memberi kursus padanya, tahu. Dia dengan percaya dirinya menjawab ‘cupboard’ sambil pamer pada teman yang lain.

Setelah mendesak Mama, beliau lalu meminta saudaranya yang saat itu masih kuliah untuk mengajarku Bahasa Inggris. Selanjutnya, saya belajar dengan amat cepat. Bahkan saya langsung tahu lebih banyak vocabulary dibanding teman-temanku yang lain.

Tapi, saya tidak percaya diri. Saya, entah kenapa, sangat takut unjuk tangan dan menjawab lantang. Hal yang berikutnya terjadi adalah, teman sebangku ku lah yang menjadi bintang. Setiap kali guru bertanya arti kata dalam bahasa inggris, aku menjawab pelan dan teman sebangku ku lah yang unjuk tangan dan menjawab pertanyaan guru. Selalu begitu.

Tak kuduga, hal itu terjadi sampai sekarang. Padahal umurku sudah hampir 25. Aku bahkan lebih berani diminta mengurus banjir Pluit sendirian dibandingkan speak up my mind.

Seperti di kelas menulis tadi. Suasana kelas membuatku tidak nyaman, membuatku ingat bagaimana saya menghabiskan masa pendidikanku dalam ketegangan dan ketakutan berbuat salah. Aku pasti mengidap penyakit gila nomor 99.

Padahal banyak sekali yang ingin saya tanya, saya ingin mengutarakan kebingunganku.

Dan saya baru tahu penyakit gila ini saat memikirkannya barusan.

Saya lebih nyaman berbicara di luar ruang kelas dengan teman-teman yang saya kenal, bukan dengan sekumpulan orang yang asing. Saya lebih bebas ngobrol dan mengutarakan semuanya dengan orang melalui percakapan.

Sunshine

What a Shame

Karena jika saya berdiam diri tanpa bekerja banting tulang saya merasa amat malu pada orang tua saya yang sampai umur segini masih bekerja menghidupi adik-adik saya.

Tuhan memberi kita banyak sekali potensi untuk bisa melakukan sesuatu pada hidup kita dan jika beruntung, untuk hidup orang lain juga. Pertanyaannya sudahkah kita menggali potensi itu?

Wake up, Ri.
Get up.

Sunshine

Hujan

Hujan sudah tak ada tanda-tanda akan reda. Tahun lalu saya menyaksikan dari rumah di Tanjung Priok, Jakarta Utara, hujan turun semalam suntuk dan paginya air sudah setinggi lutut kakiku.

Di Makassar sekarang, hujan sudah turun deras sejak Sabtu dan ini Selasa. Belum ada tanda akan reda. Semenit pun.

Katanya Jalan Pettarani sudah banjir seperti sungai. But here I am now, safe and sound at home laying down in bed doing nothing but post this.

Sambil berpikir dan merasa sebenarnya aku mau jadi apa dengan bertingkah sangat malas beberapa minggu ini. Semua saya lakukan dengan separuh-separuh tak berjadwal. Even my medication and diet. Hhhh….

I have to wake up and get up and do something right now but the weather is so good to sleep. -,-

Sunshine

Mimpi

Semalam saya bermimpi. Mimpi itu lagi, mimpi yang sama saat saya baru saja pulang ke rumah Telkomas.

Another flight schedule dan lagi-lagi saya melewatkannya. Apa arti mimpi itu? Kenapa saya berulang kali mimpi ingin naik pesawat ke suatu tempat tapi tak pernah jadi?

Dan kenapa Brainwave juga selalu muncul dalam mimpiku? Aneh sekali karena saya tak pernah lagi mengingat-ingat dia saat saya sadar.

Kuharap ada jawabnya.

Sunshine

Doubt

Kadangkala jika melihat Mama Bapak bertengkar hebat, Warni dan suaminya berselisih paham seakan dunia runtuh, dan mengingat perlakuan buruk Brainwave padaku dulu. Saya jadi meragukan pernikahan.

Terlebih lagi saya meragukan keberadaan laki-laki yang baik.

Apakah saya belum cukup baik untuk menarik laki-laki yang baik, Tuhan?

Kenapa laki-laki di sekitarku banyak sekali yang brengsek?

Saya punya tekad kuat untuk memeroleh laki-laki yang baik untuk masa depanku dunia akhirat. Itu semacam cita-citaku. Mudahkan ya Allah.
Amin

Sunshine

“Aku salah menilaimu. Kau memang mencintainya. Aku tidak tahu dengan cara apa kau mencintainya. Mungkin kau sendiri tidak tahu. Tapi siapa pun yang memperhatikanmu bisa melihat betapa kau amat menyayanginya” -Finnick pada Katniss

View on Path

Stop

Jadi ayat pertama surat Al Alaq, “Iqra” berarti bacalah. Rasulullah kesulitan menyebut saat Malaikat Jibril memintanya. Saat menulis ini, saya baru menyadari bahwa “bacalah” itu tak hanya bermakna kemampuan baca tulis.

Tapi bagaimana kita bisa “membaca” kehendak Allah yang telah ditetapkan pada kita. Bagaimana kita bisa memahami dan menerimanya, ikhlas dan berpasrah diri.

Sekarang, saya mulai belajar untuk membaca apa yang direncanakan Allah padaku. Pekerjaan yang sulit, butuh pemikiran yang makan waktu. Begitu banyak ambisi, keinginan, mimpi dan semangat menyala-nyala dalam diriku. Kemudian Tuhan memberikan cobaan ini.

Ada banyak skenario yang mungkin. Satu yang bisa saya pahami adalah Dia memintaku untuk berhenti sejenak. Entah untuk apa. Mungkin untuk lebih bersyukur, untuk membantu keluargaku di rumah, banyak tujuannya. Hanya Dia yang tahu.

Sesungguhnya sabar dan pasrah ikhlas itu suliiiit sekali Tuhan. Tapi saya mau coba, coba, karena ini proses yang harus saya lewati. Semoga setelah ini saya bisa jadi hamba yang lebih baik. Hanya Engkau yang tahu. Hanya Engkau yang berkuasa atas segala sesuatu.

Show me the way, please.

Sunshine