Conflicts

Kata orang-orang yang pernah kudengar saat membicarakan pernikahan, konflik adalah sesuatu yang tak bisa dihindari. Akan selalu ada halangan dan rintangan yang ada di perjalanan untuk membuat kita menyerah untuk tidak meneruskannya.

Pernikahan adalah ibadah. Pernikahan adalah hal yang baik. Tentu saja akan selalu ada hal yang membuat kita ragu untuk menjalankannya. Sama halnya saat kita digoda untuk terus tidur dan melupakan solat subuh. Sama halnya saat kita lebih suka main game atau buka Instagram dibanding membaca Al Qur'an.

Mungkin seperti itu.

Saya harap, ditengah-tengah kegalauan, kegundahan dan keraguan yang menerpamu, diantara segala konflik dan godaan luar yang ada, kita tidak menyerah dan putus asa.

Akan ada banyak sekali hal yang perlu kita pahami dan kompromikan di masa depan. Kuharap kau tak keberatan. Kuharap kita bisa saling mendukung dan menguatkan.

Ri

Demam

Saya baru pulang dari trip Ijen-Bromo beberapa hari yang lalu. Sekarang, saya terbaring lemah di kasur, merasakan panas tubuhku semakin tinggi. Saya kena demam.

Seumur hidup, sebelum Ijen dan Bromo, saya hanya pernah hiking di satu tempat, yaitu di Grand Canyon, US.

Semalam, saya mengirim email ke mantan pacar dan saya berakhir dengan membaca percakapan kami di email yang kami kirim di masa lalu yang jauh.

Salah satunya adalah saat saya bercerita padanya tentang pendakian ke Grand Canyon itu.

Saya menulis bahwa disana sangat indah, dan betapa susahnya bagi saya untuk mendaki dan menuruninya. Namun saya tetap keukeuh melakukannya.

Sepulang dari Grand Canyon, saya meringkuk di kamar hotel dan tidak bisa menyaksikan sunset karena badanku demam.

Di email dia mengatakan bahwa hanya kita yang tau sampai mana batas kemampuan fisik kita. Dan betapa saya sering sekali melewatinya.

Saya sudah lupa bahwa perjalanan saya selama dua bulan di Amerika saat itu, terekam pula di email-email yang kami kirimkan. Dan betapa saya dan dia sebenarnya tak pernah benar-benar kehilangan kontak meskipun kami tidak lagi bersama-sama.

Ri

Perasaan

Siapa yang mengatur perasaan kita sesungguhnya? Apakah kita yang memiliki hati kita? Ataukah Tuhan yang mengendalikannya sebab Dia Maha Memiliki dan Maha Kaya sedangkan kita hanya seperti debu.

Memutuskan menikah adalah perkara yang paling besar yang kuambil selama 29 tahun umurku. Dan saat ini, laki-laki yang mengajakku untuk menghabiskan sisa hidup bersamanya adalah laki-laki yang paling tidak kuduga kedatangannya.

Kupikir takkan ada perasaan yang tumbuh untuknya. Kupikir akan canggung segala apa dengannya.

Tapi disinilah saya, menemukan diriku menulis ini sambil merasakan ada kupu-kupu dalam perutku setelah bertelpon dengannya sekian jam.

Saya tak punya rencana akan seperti ini. Saya hanya mengikuti arusnya. Jika memang jodoh, insya Allah dimudahkan.

Ri