Kata-Kata yang Betah di Ingatan

Diantara ratusan kata-kata yang kuucap dan kutulis untuknya, yang paling membekas dalam kepalanya adalah kata-kata itu.

Saya masih ingat dengan kabur saat saya mengucapkannya. Di malam dia mengantarku pulang ke rumah, saya membisikkan kalimat tersebut dari boncengan belakang motornya, sambil memeluknya, sebab udara malam begitu dingin.

Tak tahu apa yang merasuki pikiranku, apa yang berkecamuk dalam perasaanku saat itu. Hal yang kuingat hanyalah betapa saya tak bisa tidak mengatakan padanya. Dia harus tahu. Dia harus mendengarnya langsung, meskipun dia tak bisa menatap wajahku saat mengatakannya. Dia harus mendengarnya, agar dia bisa merasakan emosi di setiap nada suaraku.

“I can’t imagine to marry someone else but you”,

Saya tak tahu betapa berat kalimat itu membebani pikirannya di kemudian hari.

Dia tak tahu apa yang harus dia lakukan pada perempuan yang begitu menyayanginya. Dia belum punya apa-apa, dia belum menjadi siapa-siapa. Bagaimana jika dia malah menyakiti hati perempuan itu? Apa yang harus dia lakukan?

Dia menjauh, lalu pergi dan menghilang. Namun kata-kata itu tak pernah berlalu dari kepalanya. Kalimat itu dijadikannya pegangan yang membuatnya bekerja lebih keras. Dia memimpikan suatu hari akan menikahi perempuan yang mencintainya, berkeluarga dan hidup bahagia selama-lamanya.

Keyakinannya sungguh besar, dirawatnya dengan penuh kesabaran dan kerja keras. Setahun lewat, dua tahun, tiga hingga empat tahun, kini dia mampu berdiri di atas kakinya sendiri, bahkan mampu menopang hidup seorang lagi. Dia yakin kini waktunya telah tiba. Dia lalu mencari perempuan itu kembali.

Pada akhirnya, cerita ini kembali kutuliskan disini. Setelah nyaris enam tahun berpisah, saya tak menyangka ternyata saya masih mencintai dia begitu besar. Saya masih tidak percaya hal yang membuatnya masih mengingatku adalah satu kalimat yang saya sudah hampir lupa.

Tentu saja, saya tak bisa membayangkan menikah dengan orang lain selain menikah dengannya.

Ri

Tawa Ubay

Tawa Ubay layaknya masa lalu yang jauh, yang ternyata kurindukan namun baru kusadari.
Lesung pipi dan suaranya yang menggemaskan membuat hatiku terbang dibawa kebahagiaan.

Tawa anak kecil laksana mesin waktu, yang tak mampu kita kendarai, sebesar apapun keinginan kita untuk merasakan rasa bahagia yang murni, rasa yang belum terluka oleh waktu.

Tawa Ubay memberiku alasan untuk larut dalam kepolosannya, keriangannya dan betapa mudahnya dia dibuat tertawa bahkan hanya dengan sekedar cilukba.

Tawa Ubay membuatku ingin mencintai orang-orang lebih banyak. Bahkan jika itu berarti saya harus memberi dan berkorban lebih besar.

Apa yang lebih menakjubkan dari cinta? Apa yang lebih indah dari menyayangi orang yang mencintai kita dengan dalam?

Either I will find someone who I love or I will be found by someone who loves me more. and treats me a lot better. Someone who is worth all my time waiting. Insha Allah.

Ri

Jarak Dengan-Mu

Ada saat dimana menghubungimu adalah suatu kewajiban. Saat itu, aku akan melakukannya dengan penuh keengganan. Aku benci jarak, bahkan jika itu hanya berbeda seinci.

Tapi Tuhan, belakangan aku sadar. Satu-satunya jarak yang harus kumusnahkan adalah jarak kita berdua. Aku bisa saja melakukannya agar kita menjadi sedekat urat nadi. Agar apapun keinginan yang kubisikkan mampu kau dekap, bisa kau peluk.

Tapi jika aku melakukannya agar aku bahagia, bukankah kedengarannya begitu egois?

Apakah berspasi dan berjarak denganmu itu perlu? Apakah rindu baru akan tercipta saat ada jarak?

Aku ingin melakukannya tanpa merasa HARUS melakukannya. Aku ingin menghubungimu, bercakap denganmu karena aku MEMANG merasa bahagia saat melakukannya. Aku ingin merindukanmu seperti saat aku merindukan dekapan seseorang yang begitu kucinta.

RI

Anak Rindu

Jarak dan cinta melahirkan rindu.
Begitu kata orang yang lalu kau
ulang-ulangi padaku di telepon.
Kubilang padamu,
Rinduku semakin besar terpelihara.
Semakin besar rinduku,
makin cantik dirimu,
makin besar inginku membenamkan wajahmu dalam dada.
makin segar wangi rambutmu
dalam ingatan pucuk hidungku.

Delapan tahun kita memelihara rindu,
tanpa pernah lagi saling bertemu.
Masihkah kau menganggapku masa depanmu,
Kekasihku?

RI

Menunggu Kiriman Badai

Untuk semua perasaan gundah yang dilahirkan rindu.
Aku cinta padamu.

Untuk setiap debaran hati yang kau buat terbang melayang,
kemudian dihempaskan dalam gelap.

Adakah yang lebih buruk daripada cinta yang tak terungkap?
Rinduku merana, dia tak terbalas.

Padahal telah kutitipkan pada badai hujan yang kau minta-minta sejak setahun lalu.

Setelah badai kembali, dia merusakku.
Sebab tak kau acuhkan ia.
Kau selalu mengira dalam badai hanya ada amarah.
Padahal telah kutitipkan seluruh nafas rinduku.
Hingga tercerabut habis dari ragaku.
Tak bersisa.

Sudahkah aku menulis bahwa aku cinta padamu?
Akan kutulis lagi sebab ini takkan kutitip lagi pada badai.

Kau lebih mencintai pelangi.

RI

Dunia Tanpa Senyummu

Malam ini saya membayangkan dunia tanpa senyummu.
Tak ada gairah, kaku dan renggang.
Seperti jari-jari tangan, seperti net raket bulu tangkis yang kehilangan genggaman.

Senyummu memeluk ingatanku erat untuk selalu mengingat wajahmu.
Wajahmu mengecup pelan debaran jantungku,
yang seringkali menerakan namamu.
Dan di setiap namamu ada kisah kita.

Di setiap kita ada ingatan, cinta dan masa depan.

Senyumanmu bukan kepura-puraan,
Bukan bahan basa basi,
Bukan kepalsuan.
Tiga hal yang dijadikan lebih penting bagi beberapa orang.

“Palsukan saja!”
“senyum itu sedekah loh”

Kau menunduk malu.
Tapi bukan malu-malu.

“Aku tak bisa hidup di dunia bahkan untuk sekedar satu senyuman saja harus dipalsukan”,

“cukup cintamu saja yang palsu. Rambutmu palsu, identitasmu palsu”.

“Tolong, jangan sampai senyummu pun ikut-ikut dipalsukan”

Sunshine

Rindu

Saya cuma mau menyampaikan bahwa saya rindu.

Saya rindu bilang “aku sayang kamu” pada seseorang.

Saya rindu merasa rindu.

Berapa lama lagi Tuhan kamu membiarkan saya menunggunya?

Sunshine

Longing My Productive Days

Gak ngapa-ngapain just stay at home during holiday season itu gak enak banget. Now I am longing my productive days!

Dengan kepedean luarbiasa saya yakin bakalan bisa dapat kerja dengan mudah pas balik ke Makassar. Tapi udah sebulan lebih gak bikin apa-apa disini dan hal itu bikin hati dan pikiran mampet. Alhasil di rumah bosen. Diajak jalan keluar juga rada males. Gak ada pergaulan lagi. Bebi dan Andromiro juga cuma dipake update social media. Dapet bbm tapi semuanya broadcast.

Yah. What should I do ya selain menunggu hidayah dan rejeki dari Allah. Semua udah diatur juga. Aku udah kirim aplikasi kerja ke beberapa companies tapi mungkin masih suasana libur jadi belum ada panggilan sampe sekarang.

Sabar aja.

Oh iya. Semalam aku mimpi mau nikah! Hahaha. Katanya kalo kita mimpi mau nikah kita itu mau meninggal. Kata adek, artinya aku mau sakit. Tapi aku kan memang udah sakit. Jadi gak tau mana yang bener.

Okay. Have a wonderful days everyone. Alhamdulillah masih bisa dapet period minggu ini. Masih ada waktu kumpul bareng keluarga juga di rumah tanpa kurang satupun.

Sunshine

Bapak

Ada satu laki-laki ini yang jarang kutulis disini. Dia adalah bapak. Bapakku. Entah sejak kapan saya memanggilnya Bapak. Mungkin sejak SMA atau kuliah?

Orangtuaku berkehendak dipanggil Mami Papi. And so it is, saya memanggilnya Mami Papi. Saya menganggap itu manis. Tapi setelah tumbuh dewasa, rasanya memanggil mereka dengan sapaan itu sudah menjadi tidak nyaman lagi.

Jadi saya mulai memanggil Mami dengan Mamak dan Papi dengan Bapak.

Kedua panggilan itu rasanya pas dan nyaman bagiku.

So the rest of my life, I called my parents by Mamak- Bapak.

Dan malam ini saya amat sangat rinduuu banget Bapak.

Bapak satu-satunya figur laki-laki yang paling saya kenal. Dia lelaki pertamaku. Dalam Bapak, kukenali sosok lelaki. Kupelajari, kupahami.

Memang Bapak bukan seorang menteri, atau walikota, dosen, bahkan Bapak bukanlah seorang yang kaya raya punya uang dan pintar. Dia laki-laki sederhana sekali. Pemikiran dan dunianya kecil. Dia kolot dan mudah tersinggung. Harga dirinya tinggi sekali. Bapak bukan tipe romantis. Dia menyayangi dengan cara yang aneh.

Tapi saya sayang sekali sama Bapak.

Sunshine

Eid Mubarak

Hello! What have been up to guys? Been a while, huh?

First, I want to say minal aidin wal faidzin. Maafkan lahir batin ya. Apapun yang saya posting disini yang tidak berkenan di hati, mohon dimaafkan. I did it not on purpose.

So, tahun ini saya merayakan lebaran di Jakarta. Sendirian. Hahahaha. Yes, I did it and it thruu finally. No families, no sungkeman, no pelukan sama keluarga, no ketawa ketiwi, no siara’. Nothing. Sebelumnya, pas Kak Aan tau, dia bilang, “selamat menjadi semakin kuat, Ri”. Awalnya saya tidak paham. Tapi setelah merasakan dan melewatinya, baru kemudian saya mengerti. It hurts like a thousand knives stab my heart.

Tapi Tuhan tak henti-hentinya bersamaku. Adaa saja orang yang baik hati di sekitarku. Ibu Kos contohnya. Dia memberi saya setoples kue keju dan satu kantong rendang telor dan setoples kerupuk. Katanya buat lebaran. Dan dia juga bilang, karena gak ada warung yang buka, saya makan di bawah saja bareng sama keluarganya. Ibu Kos gak berenti naik ngecek ke kamar apa saya udah makan apa belum. Temen kosan semua pada mudik.

Gak ada yang spesial di Idul Fitri kali ini. Saya nginap semalam di rumah Rahma. Makan opor sama coto dan burasa. Selanjutnya hari-hari diisi dengan liputan dan liputan.

Baru kali ini saya mau waktu cepat bergulir. Saya ingin segera lompat ke Oktober. Dimana saya akan pulang menghadiri pernikahan Warni. Aaaak, I should prepare my dress too, right?

Alhamdulillah. Alhamdulillah. Alhamdulillah.

Sunshine