Saya cukup beruntung punya kesempatan untuk mewawancarai M. Aan Mansyur atau lebih dikenal dengan @hurufkecil di Twitterland. Saya bertanya tentang buku terbarunya, “Tokoh-Tokoh yang Melawan Kita dalam Satu Cerita” yang akan launching April mendatang di Jakarta. Dalam kesempatan ini dia menjelaskan tentang ada apa di balik buku TTYMKDSC, mulai dari tema, penerbit bukunya yang baru hingga inspirasi menulisnya.
Apa maksud dari “Tokoh-Tokoh yang Melawan”?
Saya kira banyak orang akan bertanya kenapa judulnya Tokoh-Tokoh yang Melawan Kita dalam Satu Cerita? (Si)apa yang dimaksud ‘tokoh-tokoh yang melawan’ dalam himpunan puisi ini? Judul himpunan puisi ini diambil dari judul bagian ketiga buku ini. Bagian itu berisi 18 puisi yang secara garis besar berkisah tentang kita, manusia-manusia Indonesia, yang dikepung tokoh-tokoh jahat, tokoh-tokoh yang menyiksa kita dengan kekuasaan yang mereka miliki.
Secara keseluruhan buku ini punya tema tentang apa?
Saya tidak bisa merangkum buku puisi ini ke dalam satu tema. Sengaja buku ini dibagi menjadi bagian-bagian. Bagian pertama, misalnya, berkisah tentang cinta dan waktu. Bagian kedua dan ketiga lebih banyak bertema sosial-politik. Bagian-bagian lain bertema cinta dalam pengertian yang bisa luas, bukan sekadar cinta antara sepasang kekasih. Bukan cuma itu, sejumlah puisi di bagian lain bercerita tentang puisi, kematian, dan lain-lain.
Kenapa memakai penerbit baru untuk buku ini?
Rencana awal buku ini terbit 2 tahun lalu, tetapi kemudian saya merasa naskahnya belum selesai. Saya menunda dan melakukan banyak perubahan, termasuk menambahkan sejumlah puisi baru. Kenapa penerbit baru? Penerbit baru itulah yang mulanya mengajak saya menerbitkannya.
Oh, iya, saya harus, menceritakan bahwa penerbitan buku saya ini menggunakan sistem Print on Demand, dicetak sesuai pesanan. Ini untuk pertama kalinya saya menerbitkan buku menggunakan sistem semacam ini. Di Indonesia, sistem penerbitan semacam ini mungkin belum terlalu populer. Penulis masih banyak yang takut memilih menyerahkan naskahnya untuk diterbitkan dengan sistem semacam ini. Kebanyakan penulis masih percaya penerbit-penerbit mainstream.
Saya kira perangkat teknologi dan komunikasi sudah sangat memungkinkan menerbitkan dan menjual buku dengan sistem seperti ini. Daripada buku menumpuk di gudang, lebih baik buku itu dicetak jika ada yang pesan. Saya kira ini satu metode sederhana juga untuk menghemat penggunaan kertas. Apalagi, umum diketahui, buku puisi tidak begitu diminati pembaca di Indonesia.
Untuk buku ini, berapa lama proses menulis dan mengumpulkan tulisan?
Saya mulai menulis puisi-puisi yang ada di buku ini jauh sebelum buku ketiga saya, Cinta yang Marah, terbit. Sejumlah puisi dalam buku ini saya tulis pada tahun 2008. Sebagian besar puisi yang ada di buku ini pernah terbit di media-media seperti Kompas dan Koran Tempo.
Banyak puisi yang mengalami penyuntingan besar-besaran, tidak sama dengan versi awal sewaktu puisi itu dimuat di media.
Tokoh-tokoh apa saja yang ada dalam buku ini dan apa alasan memasukkan tokoh tersebut? Dari mana inspirasinya?
Tokoh-tokoh apa saja? Banyak. Tokoh dalam puisi ini tidak melulu menunjuk ke orang. Dalam puisi ini tokoh-tokoh bisa berupa korupsi, pengadilan, teknologi, agama, rumah sakit, dan sebagainya.
Inspirasinya datang dari berbagai hal. Saya membaca hasil penelitian, media, buku-buku, peristiwa sehari-hari, dan pengalaman-pengalaman saya bersentuhan dengan siapapun.
Apakah Kakak punya tokoh idola? Apa ada dalam buku ini?
Ini pertanyaan yang selalu sulit untuk saya jawab. Saya tidak pernah merasa mengidolakan orang tertentu. Saya belajar dari siapapun. Tetapi kalau pertanyaannya siapa yang penyair lain yang mempengaruhi kepenyairan saya, sejumlah orang barangkali bisa menemukan jejak-jejak penyair lain dalam puisi-puisi saya.
Beberapa tahun terakhir saya banyak membaca puisi-puisi penyair asing. Sejumlah penyair kontemporer di Amerika dan Eropa banyak mempengaruhi saya akhir-akhir ini. Tetapi sebagai penyair, saya sendiri terus berusaha menunjukkan cara saya sendiri dalam menulis puisi. Saya kira begitulah setiap penulis, harus terus berjuang agar memiliki cara ungkap sendiri.
Saya tidak mengidolakan satu atau dua penulis, bukan berarti saya tidak menyerap pengaruh dari banyak penyair. Saya menyukai puisi Wislawa Zymborska, Pablo Neruda, John Ashbery, Allen Ginsberg, Naomi Shihab Nye dan banyak lagi.
Beberapa puisi di buku ini justru dipengaruhi oleh seniman visual, bukan sastrawan. Bagian pertama buku ini berisi lebih 20 puisi yang merupakan hasil interpretasi saya terhadap sejumlah karya fotografi. Beberapa puisi di bagian lain juga berangkat dari film, lukisan, dan komik. Sebagian lagi berangkat dari lagu.
Begitulah saya belajar dari banyak orang, sehingga sulit menyebut siapa sesungguhnya idola saya. Intinya, saya belajar dari siapapun.
Apa perbedaan buku kumpulan puisi ini dengan buku sebelumnya, misalnya, Aku Hendak Pindah Rumah? Adakah kesan yang istimewa Kakak rasakan dalam proses menulis buku ini?
Banyak hal yang berbeda antara TTYMKDSC dan buku-buku saya sebelumnya. Di buku ini, utamanya 4 bagian pertama, saya menggunakan cara ungkap yang asing bagi orang-orang yang selama ini sering membaca puisi-puisi saya. Lebih kompleks.
***
Sunshine.
interview dilakukan via email dan sms.
P.S :
Bagi kalian yang ingin memesan buku “Tokoh-Tokoh yang Melawan Kita dalam Satu Cerita” dapat dilakukan dengan cara mention akun @katabergerak di Twitter. Just check its timeline. 🙂