Setiap pagi saya seringkali berpapasan dengan Bapak Tua yang menyapu jalanan. Pernah beberapa kali dia menolong saya saat ban sepeda saya bocor. Satu kali juga dia menyelamatkan saya dari kejaran anjing liar ataupun anak geng yang ingin memalak.
Saya tidak pernah berucap terimakasih pada Bapak Tua itu.
Dan dia terus saja menolong saya tanpa pamrih.
Jadi suatu sore, saat Ibu selesai mengadakan acara keluarga, saya membungkus makanan dan bersepeda menemui Bapak Tua itu di tempatnya bekerja.
Dia tersenyum saat melihat saya datang. Begitu turun dari sepeda, saya langsung mengangsurkan bungkusan makanan itu padanya.
“Terimakasih, Nak”
“Terimakasih juga, Pak”
Esoknya, saya tidak melihat Bapak Tua itu bekerja seperti biasanya. Bapak Tua itu sudah digantikan oleh seseorang yang lebih muda. Saya lalu menghentikan sepeda saya dan bertanya pada Bapak pengganti tersebut.
“Oh, maksud adik Pak Kamto? Wah, adik tidak dengar kabarnya ya? Dua hari yang lalu Pak Kamto jadi korban kecelakaan mobil. Pengendara mobilnya mabuk, dan menabrak Pak Kamto yang waktu itu sudah mau pulang ke rumah”
“Bapak bercanda ya? Kemarin saya masih bertemu beliau disini, sempat kasih makanan juga”
“Oh, itu bukan Pak Kamto. Dia saudaranya, kebetulan mereka memang mirip”
Sesampai di rumah, telinga saya menangkap suara televisi yang disetel Ayah di acara berita sore.
“Seorang wanita telah menabrak pejalan kaki di halte Tugu Tani, Jakarta. Wanita ini diduga sedang mabuk dan dalam pengaruh obat-obatan terlarang saat mengendarai mobil jenis Xenia. Kejadian ini telah menewaskan sembilan pejalan kaki. Pelaku sampai saat ini masih diperiksa oleh pihak kepolisian”.
Sunshine
Jatiwaringin, Agustus 2012