Dear Ma,
Kemarin hari ulangtahun ku ke- 24. Dua puluh empat tahun yang lalu sejak kau berhasil melahirkanku, dan aku resmi jadi anakmu, beban sekaligus rejekimu. Hahaha. Dan kemarin Ma, aku merayakannya jauh dari rumah. Tanpa melihat satupun dirimu dan Bapak, dan saudara-saudaraku.
Tahun ini aku di Jakarta, berteman sepi.
Skenario cerita yang seperti apa baiknya kuceritakan padamu?
Baiklah, aku tidak berteman sepi. Aku memang pintar berbohong, aku pintar bersembunyi.
Jumat malam kemarin, aku menginap di kosan Rina. Kami tidur telat, bangunnya pun telat. Tapi, saat aku terbangun, Ma, tahukah kau? Rina, Desi, Lida, Alicia, Aldi, Gilang, datang membawakanku kue ulangtahun sambil bernyanyi. Aku terkejut sekali, Ma. Aku lalu meniup lilin dan makan kue bersama mereka. Aku bahkan belum gosok gigi dan sudah menghabiskan dua potong kue tar. Mereka memberiku buku The Casual Vacancy yang selama ini aku inginkan. Aku beruntung, bukan? Ma?
Sorenya, aku kembali ke rumah dan kejutan ternyata telah menanti aku! Teman-teman Calisto7 cabang Jakarta, berkumpul sambil membawa kue ultah dan mereka memakai topi bertuliskan angka 24. Lagi-lagi Ma, aku memotong kue dan meniup lilin. Lagu ‘selamat ulang tahun’ terdengar lagi. Mereka memberiku hadiah jam tangan! Aku bahagia sekali, Ma. Rasanya mereka, teman-temanku disini telah menghapus sedihku karena kalian tak ada disini.
—-
Mama, kuharap skenario tadi benar-benar nyata.
Hari ini tak ada nyanyian ulangtahun, Ma. Tak ada kue, tak ada tradisi nasi tumpeng, tak ada hadiah, tak ada surat.
Hari ini, aku mengundang teman-teman Calisto7 karaokean. Semuanya datang kecuali Ela dan Tya.
Iya, Tya harus menjaga Kakaknya yang berjuang melahirkan anak pertamanya di RSIA, jadi aku tak bisa bertemu dengannya. Aku jadi ingat, Ma, saat ulangtahun ku ke 17 dan Ochank tidak bisa datang, aku juga sedih. Mestinya di hari-mu, orang yang berharga bagimu, datang, bukan?
Jadilah, aku dengan mood dampak macet, menanti busway hampir dua jam, dan angkot yang luarbiasa muternya, muncul di Atrium Senen. Mood ku yang buruk membuat aku tidak bisa menikmati karaokean dua jam itu. Tapi untunglah, teman-temanku menikmatinya.
Pasti kau tau, Ma, apa yang terjadi selanjutnya. Kau tau betul aku, bukan?
Last thing I remember is Rahma and Andi get mad at me. Really mad. Dan aku hanya said sorry to Andi, and promised to myself will not calling him anymore.
—
Aku kini harus membiasakan diri, Ma. Aku harus memperlakukan birthday layaknya ordinary and usual day. Because, you’re not with me anymore.
Pas pulang, I realized, how blessed I am for having the friends that precious as treasure.
Ini Februari, dan kemarin, biarlah berlalu. Sabtu kemarin kuharap akan tertutup, tertimbun, dan tersimpan dengan rapi di sudut ingatan yang jauh, dan memorinya takkan kupanggil-panggil lagi.
Sunshine